Header Ads Widget

Ticker

6/recent/ticker-posts

APA KABAR KOPRI HARI INI? TERBUNGKAM ATAU MATI?

 

APA KABAR KOPRI HARI INI? TERBUNGKAM ATAU MATI?

Oleh firman fajar



Kekerasan seksual yang tengah menjadi sosotan publik akhir-akhir ini, merupakan suatu problematika yang amat krusial. Pasalnya, telah banyak kasus kekerasan yang beredar di media massa dan hangat dibincangkan, menjadi momok tersendiri bagi khalayak umum. Bukan hanya kekerasan seksual di lingkungan bebas saja, tetapi kekerasan seksual telah menjamur dalam lingkup kampus. Kampus yang semestinya memberikan tauladan yang baik untuk para mahasiswa, malah menjadi tempat yang menakutkan, seakan hal tersebut telah dianggap lumrah di dalam dunia kampus. Bagaikan rahasia umum yang biasa dinikmatin semua orang, terlintas  merasa geli dengan keadaan yang tengah terjadi, mencerminkan sebegitu bobroknya sistem pendidikan kita, atau malah orang-orangnya yang sudah tiada akal pikiran. Kasus-kasus yang terjadi dan terkuak di muka umum, seperti halnya kasus yang terjadi di lingkungan kampus UMY, pelaku berinisial MKA yang menjabat sebagai salah satu civitas akademik dalam perguruan tinggi, dikabarkan dalam kasus tersebut melibatkan tiga korban mahasiswi sekaligus, seakan terjengat tidak menyangka, tetapi ini fakta yang terjadi dilapangan yang terungkap  pada januari 2022 dalam situs owntalk.co.id (Sofi Putri, 2022). Disisi lain kabar gembira ditunjukan pada data komnas perempuan, dimana kasus kekerasan seksual menurut sebesar 31% pada tahun 2020 (CATAHU KOMNAS Perempuan, 2021). Namun, hal tersebut bukanlah suatu cerminan bahwasanya kekerasan seksual telah berkurang, bisa saja berkurangnya presentase kekerasan seksual tersebut  dikarenakan korban tidak melaporkan apa yang telah dialami oleh pihak yang berwenang. Melalui riset yang telah dilakukan dampak turunnya angka kekerasan seksual dikarenakan korban tidak berani memelaporkan, sebab korban dekat dengan pelaku selama pembatasan sosial berskala besar; korban cenderung diam atau hanya mengadu terhadap orang tua saja, persoalan literasi dan teknologi; dan kurangnya layanan pengaduan secara daring guna melayani korban di saat pandemi (CATAHU KOMNAS Perempuan, 2021). Analoginya kasus kekerasan seksual bagaikan gunung es, hanya segelintir kasus yang terungkap dan masih banyak kasus yang terbungkam atau memang sengaja dilupakan.

Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) sebagai oraganisatoris pergerakan, memiliki wadah khusus dan kajian mengenai kekerasan seksual atau biasa disebut dengan kajian gender. Dimana hal tersebut bertujuan memberikan pemahaman mengenai gender dan ruang bicara terhadap perempuan dalam sebuah forum khusus perempuan, yaitu Korps PMII Putri (KOPRI). Terbentuknya KOPRI yang telah dijelaskan pada AD/ART PMII pada bab VIII pasal 21 sebagai pengembangan kader PMII yang terkhusus terhadap perempuan perspektif terhadap keadilan dan kesetaraan gender, di dalam hal tersebut telah dijelaskan tupoksi berdirinya KOPRI sebagai badan semi otonom. Akan tetapi, menjadi refleksi yang mendalam bagi KOPRI sebagai penegak keadilan dan aktivis gender dalam ranah kampus, arah gerak yang dirasa kurang masif menjadi tugas yang harus segera dibenahi, mengingat begitu mulianya hal yang mendasari bendirinya KOPRI.

Apabila kita kalkumulasi berapa besar mahasiswa yang paham mengenai kajian gender, dirasa sudah melebihi dari jumlah oknum pelaku kekerasan seksual. Ketika hal tersebut dirasa sudah melampaui, mengapa kekerasan seksual masih terjadi? Atau kader PMII atau spesifik terhadap KOPRI sebagai organisatoris pergerakan malah menjadi pelaku kekerasan seksual sendiri? Hal tersebut hanya dapat dijawab oleh mereka yang telah menjalani kehidupan organisasi PMII, mengapa demikian? Tidak mungkin kita yang hanya melihat cover, dengan tidak sopan memberikan justifikasi terhadap prilaku seseorang, bahkan satu organisasi. Banyak pertanyaan tibul dalam benak sebagian kalangan orang, apabila sudah adanya organisasi yang sudah memberikan kajian terhadap anggotanya mengenai isu kekerasan seksual dan gender, mengapa kekerasan seksual ini terus terjadi? Khalayak umum pasti berpikir seakan percuma dan tidak ada penangana yang serius atau setidaknya sedikit berkurang terhadap kasus kekerasan seksual di ranah kampus. Terkadang gali melihat kondisi saat ini, isu-isi kekerasan seksual semakin marak dan ternyata kajian gender yang belum tuntas, sehingga sebagian aggota organisasi salah dalam mengartikan kesetaraan gender dan keadialan. Dalam hal ini, sudah berapa banyak kasus yang  terungkap dan korban mendapatkan hak mereka? Ketika kita sinkronisasikan terhadap tupoksi yang mendasari berdirinya KOPRI, esensi seperti apa yang telah tertanam pada diri kader-kader KOPRI hari ini, apakah hanya sebagai eufori belaka atau hanya rasa bangga yang tertanam pada diri kader? Seakan arah gerak KOPRI sedang bermanufer dalam degradasi, kader KOPRI sebagai penggerak menuju perubahan seakan buta tidak tahu jalan.

Disisi lain, masih banyak pemahaman kesetaraan gender dan keadilan disalah artikan. Bahwasanya kesetaraan gender dipahami sebagai peran atau prilaku antara laki-laki dan perempuan itu sama, tidak ada suatu peran yang absolut terhadap laki-laki maupun perempuan, semuanya dapat beriringan dan bergantian diantara keduannya, misalnya keluar malam, merokok, dan sebagainya. Seakan pemahaman mengenai kesetaraa gender dan keadilan sebagai hal yang suci, malah dialih fungsinkan sebagai kesenangan belaka oleh para oknum. Layaknya kultur budaya yang mendasari kehidupan bermasyarakat memang terdapat poin-poin yang bertentangan dengan pemahaman kajian gender, hal tersebut tidak bisa kita pungkiri dan sebaiknya dapat kita sesuaikan kondisi, kembali lagi pada tupoksi berdirinya KOPRI, apakah para pendahulu mendirikan KOPRI dan memberikan pemahaman gender sebagai hal mencapai kebabasan belaka? Sungguh naïf apabila hanya diperuntukan kepada kebebasan belaka, retorika pemikiran yang telah terbiaskan untuk mencapai keinginan para oknum. Semakin hari dirasa semakin menjauh dari tupoksi KOPRI, dirasa kader KOPRI hanya bangga dengan kecapaian hari ini, tetapi tidak ada arah gerak yang jelas untuk mencapai tujuan berdirinya badan semi otonom tersebut, hanya menjadi abu-abu dan  kacung di dalam besarnya nama PMII hari ini..

Posting Komentar

0 Komentar